Selasa, 02 Juli 2013

Bila Penyaluran BLSM Berujung Kisruh


VIVAnews - Ribuan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) ditarik. Kartu untuk menerima dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak itu kembali ke PT Pos Indonesia.

Alasan kembalinya kartu itu karena data penerima dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) berubah. Penerima KPS banyak yang sudah pindah tempat, meninggal dunia atau rumahnya digusur.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kementerian Sosial, Andi Z.A. Dulung, Selasa 2 Juli 2013, mengungkapkan, ada 9.000 lebih KPS yang kembali. "Sedangkan kartu yang diantar 10 juta," kata Andi.

Dulung mengatakan, kartu yang kembali namanya boleh digantikan warga miskin lainnya. "Tapi, kartunya tidak boleh dipindahtangankan begitu saja. Harus melalui musyawarah desa," ujar dia.

Menurut Andi, jika ada kartu yang kembali, PT Pos Indonesia akan mengirimkan ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Kementerian Sosial. Kemudian, kartu itu akan dicetak ulang dengan nama si penerima baru.

Andi memastikan, tidak ada penambahan jumlah warga yang menerima BLSM akibat kembalinya KPS itu. Karena, jumlah itu sudah diputuskan dalam rapat paripurna DPR, beberapa waktu lalu.

Selain perubahan data penerima KPS, yang berakibat kembalinya kartu, pemerintah mengakui adanya ketidaksempurnaan dalam proses verifikasi. Kekisruhan penyaluran BLSM yang sempat memicu kerusuhan di sejumlah daerah, menjadi perhatian pemerintah untuk memperbaiki data.

Warga miskin yang semestinya mendapatkan BLSM, banyak yang tidak menikmati dana kompensasi. Tak sedikit warga yang tergolong mampu justru memperoleh KPS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, mengakui kesalahan yang terjadi dalam proses penyaluran BLSM itu. Tapi, dia mengklaim kekeliruan itu masih dalam batas wajar.

"Ada sekian ribu kartu yang akan ditarik. Dari penerima BLSM yang mencapai 15,5 juta rumah tangga sasaran, tentu di sana sini ada yang salah," ujar Hatta, dalam sebuah seminar kemarin.

Hatta menjelaskan, ada penerima KPS yang sudah meninggal, hingga terjadi perubahan. Namun, dia menampik, pengembalian KPS yang tengah terjadi saat ini, bukan disebabkan penyaluran BLSM yang salah sasaran.

Ia menilai, pelajaran berharga dari permasalahan tersebut adalah pemerintah harus memperbaiki data dan disalurkannya kembali BLSM kepada masyarakat yang lebih berhak menerimanya.

Sementara itu, Ketua Palang Merah Indonesia, M. Jusuf Kalla, mengungkapkan, kesalahan data yang terjadi dalam pendistribusian BLSM bukan masalah besar.

"Sejelek-jeleknya data, tidak terlalu mengganggu juga. Kalau ada kesalahan hanya 1,5 persen misalnya, tidak terlalu bermasalah," katanya.

Ia menilai, kesalahan data yang terjadi adalah hal lumrah. Sebab, masyarakat yang menerima BLSM juga bukan berasal dari keluarga kaya.

"Kalau pun salah data, yang menerima kan bukan seperti orang yang tinggal di Kebayoran, Menteng, dan punya mobil Mercy," ujar Kalla.

Data 2011Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui ada kelompok masyarakat mampu dan tidak berhak menerima dana kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, namun mendapatkan BLSM.

Kepala BPS, Suryamin, mengatakan, penyaluran BLSM menggunakan data 2011, lalu diperbaharui oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

"Ada kelompok masyarakat yang tidak seharusnya mendapatkan, tetapi mendapatkan BLSM, itu dugaan sementara," ujar Suryamin saat ditemui di kantornya.

Ia menjelaskan, data BPS per Maret 2013 menunjukkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia mencapai 28 juta orang. Sementara itu, BLSM menyasar 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Jika satu RTS beranggotakan empat orang, penerima dana BLSM mencapai 62 juta orang.

"Maka, yang 15,5 juta RTS itu sudah mencakup sangat miskin, miskin, hampir miskin, rentan miskin bahkan ada yang tidak miskin," ujarnya.

Sementara itu, Deputi BPS Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Sasmito Hadi Wibowo, menyatakan, BPS tidak bertanggung jawab atas akurasi data penerima BLSM. Karena, BPS tidak melakukan pembaharuan data masyarakat miskin pada 2013.

"Untuk tanggung jawab tahun 2011 iya, tetapi untuk 2013 kami tidak update. Verifikasi di lapangan telah dilakukan TNP2K," katanya.

Seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, sebelum program kluster pertama 2009, selain Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang telah disalurkan pada 2008, Badan Pusat Statistik telah menyelesaikan pemutakhiran data RTS melalui kegiatan Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008.

Dengan menggunakan basis data 2005, sebanyak 19,02 juta RTS, pemutakhiran menyeluruh menghasilkan data RTS sebanyak 18,5 juta, berdasarkan nama dan alamat.

Verifikasi BPS ini menunjukkan adanya sekitar 4,6 juta RTS yang tidak lagi layak menerima dan sekitar 3,9 juta RTS yang menjadi layak menerima bantuan.

Perubahan ini disosialisasikan secara intensif, terutama kepada RT yang sudah tidak layak menerima walaupun masih memegang kartu BLT 2008.

Setelah periode tersebut, BPS terus melakukan perbaikan data. Mulai 2011, BPS melakukan Susenas secara triwulanan, di mana sebelumnya diselenggarakan dua kali dalam setahun. Perbaikan data tersebut, saat ini menghasilkan jumlah RTS menurun seiring dengan turunnya tingkat kemiskinan dari 15,4 persen pada 2008 menjadi 11,5 persen pada 2012.

Perbaikan data tersebut juga dihasilkan dari verifikasi penerima raskin yang terus dilaporkan para pimpinan desa dan kelurahan kepada Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di bawah pengawasan Wakil Presiden Boediono.

Verifikasi data tersebut menghasilkan penurunan RTS menjadi 15,5 juta dari sebelumnya 18,5 juta RTS pada 2008, jumlah RTS itu yang dijadikan patokan pembagian kompensasi kenaikan harga BBM termasuk BLSM.

Pada kenaikan harga BBM kali ini, pemerintah memberikan BLSM sebesar Rp150 ribu per RTS selama empat bulan. Seperti pelaksanaan BLT sebelumnya, BLSM disalurkan melalui kantor pos, baik dengan pengambilan langsung ataupun diantarkan ke RTS masing-masing.

Pemerintah sebelumnya mengklaim penyaluran BLSM kali ini akan lebih baik ketimbang BLT yang terdahulu.

Saat berbincang dengan VIVAnews, belum lama ini, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugi Hartatmo, menjelaskan, lebih akuratnya penyaluran BLSM kali ini karena menggunakan sistem yang lebih modern ketimbang sebelumnya.

Jika pada 2008 BLT dibagikan dengan menggunakan kupon, pada tahun ini, BLSM disalurkan menggunakan kartu elektronik.

Karena itu, dia menjelaskan, BLSM tidak bisa disamakan dengan BLT. Karena BLT tidak memakai kartu semacam itu. "Mudah-mudahan ini sudah lebih baik, karena datanya pakai Susenas 2011, yang hasilnya kemudian diperbaiki secara bertahap," ujarnya.

Karena saat itu, dia menambahkan, pada pembagian raskin ada perbaikan di tingkat desa dan kecamatan. "Kabupaten lalu mengusulkan data yang baru ke TNP2K," ujarnya.

Sistem kupon lebih rentan penyelewengan, sedangkan dengan kartu elektronik yang diberi nama Kartu Perlindungan Sosial, memiliki barcode yang harus diverifikasi oleh pemiliknya dengan menggunakan kartu keluarga atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimiliki.

Selain itu, kartu ini dapat digunakan untuk program-program kompensasi lainnya seperti, raskin, PKH, dan Bea Siswa Miskin (BSM), sehingga lebih efisien dan efektif.

Untuk program ini, pemerintah mengajukan pemberian bantuan sebanyak 5 bulan dengan anggaran Rp11,6 triliun. Namun, DPR dalam APBN-P 2013 menyepakati BLSM hanya disalurkan sebanyak empat bulan dengan anggaran Rp9,3 triliun.

Sisa anggaran yang dihemat sekitar Rp2,3 triliun sebagian dialokasikan guna penambahan anggaran infrastruktur dasar pedesaan, dan anggaran tak terduga termasuk untuk operasional penyaluran BLSM sampai ke pelosok. (eh)

0 komentar:

Posting Komentar