Rabu, 03 Juli 2013

Lampu Merah

29 JUNI 2013



JALAN raya penuh dinamika. Potret kehidupan masyarakat tercermin di jalan raya.
Bisa jadi, jalan raya adalah limpahan dari sistem sosial, ekonomi, budaya, hukum, hingga tatanan politik kita. Semua membaur. Keberagaman itu semua bisa menjadi anugerah atau kebalikannya.
Merujuk pada 300-an kecelakaan lalu lintas jalan yang tiap hari terjadi di Indonesia, sepatutnya ada introspeksi. Apalagi, fakta memperlihatkan, rerata 80-an jiwa tewas setiap hari lantaran kecelakaan di jalan. Tak berlebihan bila kondisi tersebut sudah dalam lingkaran darurat.
Fakta lain dari kasus kecelakaan tahun 2012 tersebut adalah masih tingginya faktor manusia sebagai pemicu kecelakaan. Dua aspek utama di faktor manusia adalah kelengahan dan tidak tertib.
Aspek tidak tertib bisa dimaknai dengan tingkah laku melabrak aturan yang ada. Misal, menerobos lampu merah. Pertanyaannya, kenapa harus menerobos lampu merah?
Lampu pengatur lalu lintas jalan yang kita kenal terdiri atas tiga warna, merah, kuning, dan hijau. Ketiganya punya peran masing-masing. Banyak dari kita faham hal itu. Merah bermakna untuk berhenti, kuning berarti hati-hati, dan hijau mengizinkan untuk melaju.
Ternyata, tahu saja tak cukup. Butuh kepedulian untuk mengimplementasikannya. Bila mengedepankan esensi keadaban kita, perilaku untuk saling berbagi ruas jalan menjadi mudah diwujudkan.
Bisa jadi juga, ketergesaan yang berisiko memicu kecelakaan bisa lebih direduksi. Tergesa-gesa dengan menerobos lamppu merah tak semata merampas hak pengguna jalan yang lain. Kondisi itu bisa memperlebar celah terjadinya kecelakaan.
Tampaknya, mempertebal rasa sabar perlu terus dipraktikan. Bukan hanya untuk hari ini, tapi juga masa depan anak cucu kita. (edo rusyanto)

0 komentar:

Posting Komentar